Label

Jumat, 11 Januari 2013

TEORI MASUKNYA AGAMA HINDU-BUDHA KE INDONESIA

Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia melalui proses yang panjang. Berbagai pendapat para ahli meskipun masih berupa dugaan sementara, cukup berguna untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Teori tentang masuknya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan. Pendapat pertama menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan Hindu-Budha (teori Waisya, teori Ksatria, dan teori Brahmana. Pendapat kedua mengemukakan peran aktif orang-orang Indonesia dalam menyebarkan agama Hindu-Budha di Indonesia (teori Arus Balik).
1.  Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya (pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu mengenal Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan perdagangan waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu mereka menetap di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan India menyebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
2.  Teori Ksatria
Teori Ksatria berpendapat bahwa penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan ksatria. Pendukung teori Ksatria, yaitu:
  1. C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia.
  2. Mookerji mengatakan bahwa golongan ksatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
  3. J.L. Moens menjelaskan bahwa proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
3.  Teori Brahmana
Teori ini dikemukakan oleh Jc.Van Leur yang menyatakan bahwa agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana (golongan agama) yang sengaja diundang oleh penguasa Indonesia. Pendapatnya didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan dan hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.
Teori ini mempertegas bahwa hanya kasta Brahmana yang memahami ajaran Hindu secara utuh dan benar. Para Brahmanalah yang mempunyai hak dan mampu membaca kitab Weda (kitab suci agama Hindu) sehingga penyebaran agama Hindu ke Indonesia hanya dapat dilakukan oleh golongan Brahmana.
4.  Teori Arus Balik
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang menjelaskan peran aktif orang-orang Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Menurut Bosch, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Budha. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain.
»»  READMORE...

ASAL-USUL NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA


Beberapa pendapat para ahli tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia antara lain sebagai berikut:
1. Prof.Dr.H.Kern
Menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia .Hal ini didukung dengan bukti bukti penggunaan bahasa. Bahasa-bahasa yang dipergunakan di   Indonesia, Polynesia, Melanesia berasal dari satu akar  bahasa yang sama yaitu bahasa Austronesia, penelitian Kern ini terutama ditujukan pada kesamaan nama-nama binatang dan alat perang.
2. Prof.Dr.Kroom
Asal-usul bangsa Indonesia adalah dari Asia Tengah, pendapat ini didasarkan pada bukti bahwa didaerah  Cina tengah banyak terdapat sungai-sungai yang besar yang menjadi sumber kehidupan manusia.Dari sini mereka menyebar ke Indonesia pada sekitar tahun 2000 SM sampai tahun 1500 SM.
3. Hogen
Bangsa yang mendiami daerah pessisir Melayu berasal dari Sumatera. Bangsa ini bercampur  dengan bangsa Mongol kemudian disebut sebagai bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu.
4. Dr.Brandes
Bangsa yang bermukim di Indonesia memiliki banyak persamaan dengan bangsa-bangsa yang mendiami daerah-daerah yang membentang dari sebelah utara pulau Formosa sampai sebelah barat daerah Madagaskar, sebelah selatan Jawa-Bali, dan sebelah timur sampai ketepi pantai barat Amerika, Brandes juga mendasarkan penelitiannya kepada perbandingan bahasa.
5. Prof.Muhammad Yamin.
Bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri, hal ini dibuktikan dengan penemuan-penemuan Fosil dan Artefak tertua dengan jumlah yang lebih banyak dan lebih lengkap di Indonesia.
6. Drs.Moh.Ali
Bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan, pendapatnya dipengaruhi oleh pendapat Moens yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia  berasal dari Mongol dan terdesak oleh bangsa-bangsa yang lebih kuat,dan akhirnya menyebar ke wilayah Indonesia,menurutnya nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar di Asia  dan kedatangannya  di Indonesia secara bergelombang  tahun 3000 SM-1500 SM sampai tahun 1500 SM-500 SM. Pendapatnya didukung oleh suatu pernyataan tentang Blod und Breden Unchro yang berarti darah dan tanah  bangsa Indonesia  berasal dari Indonesia sendiri.
7. Mayumdar.
Bangsa –bangsa yang berbahasa Austronesia berasal dari India, kemudian menyebar ke Indho-China terus ke daerah Indonesia dan Pasifik, pendapatnya didukung oleh penelitiannya berdasarkan bahasa Austria yang merupakan bahasa muda di India Timur.
8. Max.Muller
Menyatakan bahwa  asal dari bangsa Indonesia adalah daerah  Asia Tenggara.
9. Van Heine Geldren
Bangsa Indonesia berasal dari daerah Asia, pendapatnya didukung  oleh artefak-artefak yang ditemukannya di Indonesia memiiki persamaan dengan yang ditemukan di daratan Asia
10. Prof.Dr.Aswan Mutakin, M.P.d dan Drs.R.Gunawan Kamil Pasya, M.S.i
Gelombang migrasi pertama berlangsung sekitar tahun 3000 SM,yaitu berpindahnya ras Kaukasoid dari laut tangah melalui lembah sungai kuning di Cina utara, disana mereka bercampur dengan suku Aborigin, sehingga dihasilkan karakteristik Mongoloid.Setelah itu sebagian dari mereka mamasuki dan bermukin dikepulauan Indonesia bagian barat dan tengah.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Pendapat yang didasarkan pada penemuan-penemuan fosil dan artefak bahwa bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri dan kemudian menyebar ke Asia lainnya Pendapat ini di dukung oleh penemuan fosil di Cina yang kemudian disebut dengan Sinanthropus Pekeninsis   yang diperkirakan hidup sezaman dengan Pithecanthropus Erectus Indonesia. Di wilayah Asia lainnya belum berhasil ditemukan fosil manusia purba.
2.    Bahwa penduduk yang mendiami daerah kepulauan Indonesia diperkirakan dari daratan Asia. Melaui jejak sejarah yang diteliti ,bangsa Indonesia diperkirakan berasal dari daerah Yunan  selatan kemudian menyebar kearah selatan hingga sampai ke Indonesia.
3.    Bahwa masyarakat awal yang menempati wilayah Indonesia termasuk rumpun bangsa Melayu,bangsa ini merupakan nenek moyang bangsa Indonesia,yang terdiri dari 2 rumpun, yaitu :
       1).   Bangsa Proto Melayu (melayu tua) bangsa ini masuk ke Indonesia melalui dua jalan / route,yaitu :
              Jalan Barat  :melalui semenanjung Melayu,terus ke Sumatera dan menyebar ke seluruh Indonesia.
              Jalan Timur  :melalui Filipina terus ke Sulawesi selanjutnya keseluruh Indonesia Keturunan bangsa Proto Melayu yang masih ada sampai sekarang : Suku bangsa Dayak,Toraja,Batak dan Papua .
       2).   Bangsa Deutro Melayu  (Melayu Muda) Memasuki  wilayah Indonesia secara bergelombang melalui jalur barat : dari semenanjung Melayu terus ke Sumatera dan selanjutnya tersebar keseluruh Indonesia,keturunan bangsa Indonesia yang masih  ada sampai sekarang diantaranya adalah : suku bangsa Jawa,Bugis,Minang dan Melayu
Dari ketiga kesimpulan pendapat para ahli tersebut diatas yang paling banyak dipakai/diyakini dan menjadi bahan acuan pelajaran Sejarah di sekolah adalah teori yang ke 3 (tiga) yang menyatakan bahwa :
masyarakat awal yang menempati wilayah Indonesia termasuk rumpun bangsa Melayu, yang merupakan nenek moyang bangsa Indonesia, yang terdiri dari 2 rumpun,yaitu :
1)    Bangsa Proto Melayu    (melayu tua)
2).   Bangsa Deutro Melayu  (Melayu Muda)
»»  READMORE...

Kamis, 03 Januari 2013

KEBUDAYAAN MEGALITHIKUM

Kebudayaan megalithikum adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar yang muncul sejak zaman Neolithikum dan berkembang pesat pada zaman logam.

Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang yaitu :
1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.

Peninggalan kebudayaan megalithikum ternyata masih dapat Anda lihat sampai sekarang, karena pada beberapa suku-suku bangsa di Indonesia masih memanfaatkan kebudayaan megalithikum tersebut. Contohnya seperti suku Nias.

Adapun beberapa hasil-hasil kebudayaan pada zaman megalitikum adalah sebagai berikut:
menhir : tugu batu digunakan untuk menghormati roh nenek moyang
Punden berundak : terbuat dari batu untuk meletakan sesaji
dolmen : meja batu yang digunakan untuk meletakan sesaji
waruga : kubur batu yang berbentuk kubus
kubur batu : tempat menyimpan mayat
Sarkofagus : kubur batu yang berbentuk lesung
1. Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Untuk mengetahui bentuk-bentuk menhir,

Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk saja karena bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.

2. Punden Berundak-undak

Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur

3.Dolmen

Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.

4.Sarkofagus
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi.
Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam. 

5.Peti kubur

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.

Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.

6.Arca batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu gajah.
Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

7.Waruga
Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.
»»  READMORE...

KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA AKSARA DI INDONESIA

Masyarakat pra aksara adalah gambaran tentang kehidupan manusia - manusia pada masa lampau, di mana mereka belum mengenal tulisan sebagai cirinya. Kehidupan masyarakat pra aksara dapat dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:

  1. kehidupan nomaden,
  2. kehidupan semi nomaden, dan
  3. kehidupan menetap.
Meskipun demikian, pola kehidupan masyarakat pra aksara tidak dapat dijadikan dasar pembagian zaman. Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan pembagian zaman, maka masyarakat pra aksara hidup pada zaman batu dan zaman logam.

1. Pola Kehidupan Nomaden

Nomaden artinya berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Kehidupan masyarakat pra aksara sangat bergantung kepada alam. Bahkan, kehidupan mereka tak ubahnya seperti kelompok hewan karena bergantung pada apa yang disediakan alam. Apa yang mereka makan adalah bahan makanan apa yang disediakan alam. Buah - buahan, umbiumbian, atau dedaunan yang mereka makan tinggal memetik dari pepohonan atau menggali dari tanah. Mereka tidak pernah menanam atau mengolah pertanian.

Apabila mereka ingin makan ikan, maka mereka tinggal menangkap ikan di sungai, waduk, atau tempat - tempat lain, di mana ikan dapat hidup. Apabila mereka ingin makan daging, maka mereka tinggal berburu untuk menangkap binatang buruannya. Adapun cara menangkap ikan atau binatang buruannya, tentu berbeda dengan yang kita lakukan sekarang. Mereka tidak pernah memelihara ikan atau binatang ternak lainnya.

Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa kehidupan masyarakat pra aksara sering disebut sebagai ‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’. Jika bahan makanan yang akan dikumpulkan telah habis, mereka kemudian berpindah ke tempat lain yang banyak menyediakan bahan makanan. Di samping itu, tujuan perpindahan mereka adalah untuk menangkap binatang buruannya. Kehidupan semacam itu berlangsung dalam waktu yang lama dan berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka tidak pernah memikirkan rumah sebagai tempat tinggal yang tetap.

Mereka tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah pohon, di tepi sungai, di gunung, di gua, dan di lembah - lembah. Pada waktu itu, lingkungan alam belum stabil dan masih liar atau ganas. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati - hati terhadap setiap ancaman yang dapat muncul secara tiba - tiba. Ancaman yang paling membahayakan adalah binatang buas. merupakan musuh utama manusia dalam hidup dan kehidupannya.

Berkaitan dengan kehidupan yang kurang aman, maka untuk menuju ke suatu tempat, mereka biasanya mereka mem memilih jalan dengan menelusuri sungai. Perjalanan melalui sungai dipandang lebih mudah dan aman dari pada melalui daratan (hutan) yang sangat berbahaya. Sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi, akhirnya timbul pemikiran untuk membuat rakit - rakit sebagai alat transportasi. Bahkan dalam perkembangannya, masyarakat pra aksara mampu membuat perahu sebagai sarana transportasi melalui sungai.

Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal kehidupan berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok sekitar 10-15 orang. Bahkan, untuk mempermudah hidup dan kehidupannya, mereka telah mampu membuat alat - alat perlengkapan dari batu dan kayu, meskipun bentuknya masih sangat kasar dan sederhana. Ciri - ciri kehidupan masyarakat nomaden adalah sebagai berikut:

  • selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
  • sangat bergantung pada alam,
  • belum mengolah bahan makanan,
  • hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan berburu,
  • belum memiliki tempat tinggal yang tetap,
  • peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari batu atau kayu.
Lama kelamaan, masyarakat pra aksara menyadari bahwa makanan yang disediakan oleh alam sangat terbatas dan akhirnya akan habis. Oleh karena itu, cara hidup yang sangat bergantung pada alam harus diperbaiki. Caranya adalah dengan menanami lahan - lahan yang akan ditinggalkan agar dapat menyediakan bahan makanan yang lebih banyak pada waktu yang akan datang. Di samping itu, para wanita dan anak kecil tidak harus selalu ikut berpindah untuk mengumpulkan bahan makanan atau berburu binatang.

2. Pola Kehidupan Semi Nomaden

Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah pola kehidupannya. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara mulai merubah pola hidup secara nomaden menjadi semi nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola kehidupan yang berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai mengenal cara - cara mengolah bahan makanan.

Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri - ciri sebagai berikut:

  • mereka masih berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat lain;
  • mereka masih bergantung pada alam;
  • mereka mulai mengenal cara - cara mengolah bahan makanan;
  • mereka telah memiliki tempat tinggal sementara;
  • di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu, mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman;
  • sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke tempat lain, mereka terlebih dahulu menanam berbagai jenis tanaman dan mereka akan kembali ke tempat itu, ketika musin panen tiba;
  • peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan dengan peralatan hidup masyarakat nomaden;
  • di samping terbuat dari batu dan kayu, peralatan itu juga terbuat dari tulang sehingga lebih tajam.
Kehidupan sosial, masyarakat semi nomaden setingkat lebih baik dari pada masyarakat nomaden. Jumlah anggota kelompok semakin bertambah besar dan tidak hanya terbatas pada keluarga tertentu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa rasa kebersamaan di antara mereka mulai dikembangkan. Rasa kebersamaan ini sangat penting dalam mengembangkan kehidupan yang harmonis, tenang, aman, tentram, dan damai. Nilai - nilai kehidupan, seperti gotong royong, saling membantu, saling mencintai sesama manusia, saling menghargai dan menghormati telah berkembang pada masyarakat pra aksara.

Pada zaman ini, masyarakat diperkirakan telah memelihara anjing. Pada waktu itu, anjing merupakan binatang yang dapat membantu manusia dalam berburu binatang. Di Sulawesi Selatan, di dalam sebuah goa ditemukan sisa - sisa gigi anjing oleh Sarasin bersaudara.

3.Pola Kehidupan Menetap

Kehidupan masyarakat pra aksara terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Ternyata, pola kehidupan semi nomaden tidak menguntungkan karena setiap manusia masih harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Di samping itu, setiap orang harus membangun tempat tinggal, meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan demikian, pola kehidupan semi nomaden dapat dikatakan kurang efektif dan efisien. Oleh karena itu, muncul gagasan untuk mengembangkan pola kehidupan yang menetap. Itulah, konsep dasar yang mendasari perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara.

Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, di antaranya:

  • setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal yang lebih baik untuk waktu yang lebih lama;
  • setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain;
  • para wanita dan anak - anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan tidak akan merepotkan;
  • wanita dan anak - anak sangat merepotkan, apabila mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain;
  • mereka dapat menyimpan sisa - sisa makanan dengan lebih baik dan aman;
  • mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah pemenuhan kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak baik;
  • mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul dengan keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupannya;
  • mereka mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan bercocok tanam;
  • mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
Dilihat dari aspek geografis, masyarakat pra aksara cenderung untuk hidup di daerah lembah atau sekitar sungai dari pada di daerah pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan pada beberapa kenyataan, seperti:

  • memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat menguntungkan bagi kepentingan bercocok tanam;
  • memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia;
  • lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain yang lebih mudah;
»»  READMORE...