PELANGI
CINTA AISYAH
Cerpen Mas Jolang
Minggu, 18 Maret 2012
Rintik hujan turun sore itu.
Sepasang mata bola menerawang jauh di balik jendela kaca rumah kecil. Diam, tak
bergerak. Pandangan pun menerobos jauh tak menentu.
“Aisyah.. Aisyah..” suara parau
terdengar dari luar kamar, dan menyadarkan lamunan panjang gadis itu…
“iya abah” jawab aisyah seraya
bergegas keluar dari kamarnya yang sempit.
“ ada apa bah” jawab aisyah setelah
sampai diruang tamu.
“kamu tidur aisyah? Dipanggil dari
tadi tidak jawab” Tanya abahnya sedikit membentak.
“tidak bah”
“kamu melamun ya? Atau memikirkan
lagi laki-laki tak bertanggung jawab itu?”Tanya abahnya lagi.
Aisyah hanya terdiam mendengar
perkataan abahnya barusan.
“buat apa kamu memikirkan lelaki
itu? Jelas-kelas dia sudah lupa dengan kamu” bentak abahnya lagi.
“bang fahri bukan orang seperti itu
bah, bang fahri pergi kan juga buat kepentingan kami bah” aisyah melakukan
pembelaan.
“alah, tai kucing! Kalau dia tidak
seperti itu, harusnya dia sudah dating dan melamar kamu sekarang. Tapi buktiya
apa? Satu surat saja tidak pernah sampai kepadamu sekadar memberi kabar. Atau
jangan-jangan dia sudah melupakanmu dan mendapat gadis baru disana” abahnya
kembali bersuara.
“abah kanapa bilang seperti itu
bah?” jawab aisyah.
“ahh, sudahlah. Mulai sekarang
lupakan fahri karena 2 minggu lagi aka nada anak kenalan abah yang kemari untuk
ta’arufan denganmu dan membicarakan lamaran”
“abah.! Aisyah cuma mencintai bang
fahri bah”
“ sudahlah, abah tidak mau tahu,
karena menurut abah itu yang terbaik buatmu” sanggah abahnya yang kemudian
meninggalkannya diruang tamu bersama uminya.
Aisyah hanya terdiam, tampak butiran
airmata meleleh dari matanya yang bulat..uminya mendekati dan mengelus kepala
aisyah yang ditutupi kerudung.
“ aisyah, umi mengerti perasaan mu.
Tapi abah juga tidak salah, dia bermaksud baik karena tidak ingin melihatmu
menderita. Apalagi umurmu juga sudah cukup untuk menikah. Tahu sendiri kan
bagaimana pandangan orang kampong terhadap gadis yang telat meikah ?
“ entahlah umi, aisyah ingin
berfikir dulu.”
“aisyah ke kamar dulu” jawab aisyah
lagi dan meninggalkan umu sendiri.
Sesampainya dikamar, tangis aisyah
pun pecah meski tanpa suara. Buliran air mata semakin deras mengalir di pipinya
yang kuning dan bersih. Sejanak ia pandangai foto fahri kekasihnya. Lelaki yang
sudah sejak 3 tahun mengisi hatinya. Ia usap berulang kali foto tersebut..
“bang fahri, aisyah rindu bang,
kenapa abang tidak juga mengirim kabar? Sebenarnya abang pergi kemana bang ?”
ratap aisyah.
Lama aisyah memandangi foto
kekasihnya. Memorinya pun kembali pada kenangan 2 tahun lalu sebelum lelaki itu
pergi meninggalkanya.
Masih lekat diingatanya saat bersama
fahri, memadu kasih diatas bukit dekat rumahnya, berjalan-jalan melewati
pematang sawah, atau saat ia duduk di bonceng sepeda fahri berkeling kampung
atau kepasar
Hari telah beranjak petang, malam
pun tiba di dusun. Namun hujan yang mengguyur dari sore belum juga reda, bahkan
bertambah lebat. Aisyah masih belum juga beranjak dari depan foto kekasihnya.
“aisyah, kamu tidak makan nak?”
suara umi membuyarkan lamunan panjang aisyah akan fahri.
“masih belum lapar umi”jawab aisyah
dari dalam kamar.
“ya sudah, tapi jangan lupa sholat
nak” kata umi lagi yang kemudian meninggalkan pintu kamar aisyah.
Entah sampai berapa lama aisyah
tertegun, mengingat semua yang telah dilewatinya bersama fahri sampai pada
akhirnya ia pergi meninggalnya. Hujan masih mengguyur diluar, memberikan musik
malam lewat tetesan air yang jatuh pada genteng rumah dan daun-daun pohon
disamping rumah aisyah. Pagipun menyambut meski gerimis kecil mewarnai hari
itu. Rumah asiyah tampak sepi, hanya ada aisyah sendiri di rumah. Abah dan umi sudah
berangkat kepasar untuk berdagang, tinggal aisyah sendiri yang mengurus rumah
setiap kedua orang tuanya ke pasar. Seperti pagi ini, aisyah sudah
menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Setelah itu aisyah duduk di kursi dan
kembali ia hanya terdiam. Sesekali helaan nafas panjang keluar darinya.
“bang, kenapa lama sekali, kenapa
abang tak pernah memberi kabar pada
aisyah?” katanya lirih.
“bang, haruskah aisyah mengakhiri
semuanya? Mengikuti kemauan abah?
“Atau jangan-jangan benar yang
dikatakan abah” aisyah berbicara sendiri.
“ahhh.. tidak, bang fahri bukan
orang yang seperti itu. Aisyah percaya pada bahwa abang akan datang kembali.”
“bang fahri melakukan itu demi kita”
katanya lagi
Sejurus kemudian ingatannya kembali
pada sore itu, manakala keduanya berada di bukit menikmati pelangi yang muncul
setelah hujan. Pertemuan terakhir diantara mereka sampai pada akhirnya sudah 2
tahun berlalu.
“aisyah, maafkan aku. Aku tahu kamu
mencintaiku, tapi aku harus pergi”
“ maksud abang apa?tanya aisyah.
“mulai sekarang kita harus berpisah.
Aku tahu cintamu tulus padaku, demikian juga aku. Tapi itu saja tidak cukup.
Dan itu juga yang ada difikiran abah. Karena itu aku harus pergi aisyah”
“ tidak bang, aisyah tidak mau” sambil
menangis aisyah menjawab kekasihnya.
“aisyah tidak ingin apapun, hanya
cinta bang fahri saja sudah cukup buat aisyah”
“bang fahri tahu aisyah, tapi dimana
tanggung jawab abang nanti. Aku tak pernah marah dengan abah. Abah benar, pasti
dia ingin anak gadisnya dapat yang terbaik, jadi besok bang akan merantau dulu”
“ tapi bang, aisyah takut. Aisyah
takut abang akan pergi untuk selamanya dan tak akan pernah kembali pada aisyah”
rengek aisyah meminta fahri untuk tak pergi.
“jangan khawatir aisyah, abang pasti
kembali. Aku pasti akan pulang dan kembali padamu”
“tapi untuk berapa lama bang ?aisyah
tak tahu pa aisyah kuat? Aisyah memandangi wajah kekasihnya.
“percayalah aisyah. Kita pasti bisa.
Aku tahu ini sulit buatmu, demikian juga dengan abang. Tapi ingat aisyah, abang
akan berjuang demi kamu. Jadi percayalah, percayalah pada hatiku, percayalah
pada cintamu. Insyaalah semua akan baik-baik saja dan indah saatnya nanti buat
kita.” Fahri berusaha meyakinkan aisyah dan memeluknya untuk beberapa saat.
“bang, kalau boleh memilih, aisyah
ingin seperti ini bang, berdua selamanya. Jadi aisyah mohon jangan pernah pergi
mesti itu untuk aisyah” kembali aisyah memohon.
“ dengarkan abang aisyah, kamu lihat
pelangi itu?” kata fahri sambil menunjukkan pelangi pada aisyah.
“iya bang, aisyah lihat. Indah ya?
“seperti pelangi itu aisyah, cinta kita akan indah
seperti pelangi itu. Dan ingatlah, selama pelangi itu masih berwarna, selama
itu pula masih ada cinta dihatiku untukmu aisyah. Jadi tunggulah abang aisyah”
“ baik bang, aisyah percaya pada
abang” jawab aisyah..
Setelah pelangi menghilang merekapun
pulang, dan setelah itu tak pernah sekalipun aisya bertemu dengan fahri.
Waktu terus beranjak. Sudah hampir
jam 9 pagi tapi gerimis belum juga reda. Kala itu memang musim hujan, jadi
takmheran kalau hujan juga betah sekali untuk berlama-lama membasahi bumi
setelah lama menantikan hujan karena kemarau. Tak lama kemudian gerimis pun
berhenti dan matahi memampakkan dirinya menyinari dusun yang sedari kemarin
sore diguyur langit yang menangis.
“ ah, sudah reda. Pasti sebentar
alagi ada pelangi” gumam aisyah.
“Sebaiknya aku ke bukit, menikmati
pelangi” aisyah berbicar sendiri dan segera bergegas ke bukit untuk menikmati
pelangi.
“ pohon itu, pohon tempat kami
bersandar waktu itu” katanya kembali.
Lama ia memandangi pelangi yang
semakin lama semakin jelas warnanya.
“bang fahri, andaikan abang ada
disini sekarang” aisyah kembali bergumam sambil memandangi pelangi. Sesaat
kemudian ia seperti melihat wajah fahri tersenyum diantara warna-warna pelangi.
Mengingatkannya kembali akan kenangan itu, dan kemudian ia berdiri ia tersenyum
seraya berkata seolah kepada pelangi itu. Sejurus kemudian ia berteriak.
“ baiklah bang, aisyah percaya pada
abang, aisyah masih melihat pelangi itu. masih ada 7 warna pada pelangi itu
bang, aisyah percaya masih ada cinta dihati bang fahri untuk aisyah. Abang tak
usah khawatir, aisyah akan menunggu abang
disini meski itu untuk waktu yang lama. Aisyah hanya untuk bang fahri”
teriak aisyah yang kemudian diikuti tangisnya yang memecah kesunyian bukit
dipagi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar